Bertani di Tapal Batas

By Admin

Foto/Net   

nusakini.com - Wajah Indonesia di perbatasan sedikit demi sedikit mulai berbenah. Entikong, Aruk, dan Nanga Badau di Kalimantan Barat, Motaain, Motamasin, dan Wini di Nusatenggara Timur, hingga Skouw di Papua adalah wajah Indonesia saat ini yang berbatasan darat dengan tiga negara, yakni Malaysia, Timor Leste dan Papua Nugini.

Ketujuh tempat itu adalah wilayah yang diprioritaskan pembenahan infrastrukturnya untuk memulai paradigma baru membangun dari pinggiran, membangun dari perbatasan. Melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2015, tujuh wilayah ini dibenahi dengan melibatkan hingga 15 kementerian, 1 kepala badan, 3 gubernur, 6 bupati dan 1 walikota. Sebuah kerja besar untuk memperlihatkan komitmen pemerintah menjalankan amanat Nawacita butir ketiga. 

Pembangunan kawasan perbatasan bukanlah unjuk kemewahan. Hal itu disiratkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan Pos Lintas Batas Negara Entikong pada bulan Desember 2016 lalu. Pembangunan kawasan perbatasan adalah komitmen pemerintah untuk menyejahterakan rakyat perbatasan yang selama ini mengalami persoalan kompleks ketimpangan pembangunan di wilayah perbatasan. 

Kompleksnya persoalan masyarakat di perbatasan bisa dilihat mulai dari letaknya jauh dan terpencil, infrastruktur layanan publik dan transportasi yang minim, hingga pengembangan sumber daya manusianya yang ketinggalan dibandingkan wilayah-wilayah yang dekat dengan pemerintahan daerah. Penduduk wilayah perbatasan Indonesia Malaysia misalnya, lebih suka mendapatkan kebutuhan sehari-harinya mulai dari kudapan hingga produk keperluan rumah tangga lainnya di wilayah tetangga. 

Presiden Joko Widodo saat berkunjung pertama kali di perbatasan Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat, sekitar dua tahun yang lalu bahkan mengomentari pos perbatasan Entikong mirip kandang, bukan mirip rumah. Syukurlah, dalam waktu kurang dari dua puluh bulan sejak kunjungan itu PLBN Entikong telah berbenah menjadi wilayah yang infrastruktur layanan publik dan transportasinya lebih nyaman. Kepabeanan, pos karantina perdagangan, pasar, hingga jaringan telekomunikasi telah ditingkatkan mutunya. 

Setelah pembangunan infrastruktur fisik perbatasan terpenuhi, kerja berikutnya adalah menyiapkan wilayah perbatasan sebagai model bagi kerjasama yang lebih baik antara Indonesia dengan negara tetangga. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang kebagian tugas membenahi infrastrutur karantina pertanian di wilayah perbatasan, menindak lanjuti program pembangunan wilayah perbatasan agar menjadi lumbung pangan bagi kedua negara. 

Menteri pertanian, dalam kunjungan ke wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste, Motaain, Belu, Nusatenggara Timur mulai menanam jagung bagi pengembangan pertanian yang cocok dengan karakteristik daerah perbatasan. Pemilihan bibit yang cocok, hingga tingkat produktivitas yang maksimal akan menjamin dalam beberapa bulan ke depan Indonesia akan mampu ekspor produk pertanian ke wilayah tetangga sejak dari wilayah perbatasan. 

Saat berkunjung ke Entikong, di perbatasan Kalimantan Barat, menteri pertanian menjelaskan komitmen pemerintah Malaysia untuk mengimpor jagung dari Indonesia. Menteri pertanian memahami produk jagung dari wilayah Entikong dan sekitarnya tidak mencukupi kebutuhan Malaysia yang mencapai 3 juta ton. Untuk mengatasi hal itu menteri pertanian mengupayakan pasokan jagung dari wilayah-wilayah lain, dan menjadikan wilayah perbatasan sebagai lumbung bagi ketersediaan pasokan. 

Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya mencatat bahwa beberapa wilayah perbatasan mempunyai produk-produk pertanian utama yang bisa menjadi unggulan bagi pertanian wilayah perbatasan. Data BPS tahun 2011 menyebutkan bahwa kawasan perbatan Indonesia-Malaysia mempunyai produk pertanian utama hingga 55,50 persen. Kawasan Indonesia-Timor Leste unggul dalam palawija khususnya Jagung hingga 70,09 persen. Sedangkan kawasan Indonesia-Papua Nugini unggul dalam pertanian palawija khususnya ubi jalar.(p/mk)